Reza Indragiri Amriel: Komitmen Jokowi Terhadap Isu Perlindungan Anak Setengah Hati -->

Reza Indragiri Amriel: Komitmen Jokowi Terhadap Isu Perlindungan Anak Setengah Hati

Redaksi TNCMedia




TheJakartaWeekly -- Komitmen pemerintah dalam perlindungan anak masih menyisakan tanda tanya kalau tidak kekecewaan. Sejumlaj kasus dan isu dalam dua tahun belakangan menjadi 
indikasi masih setengah hatinya pemerintah dalam menunaikankan tanggung jawab melindungi anak-anak Indonesia dari berbagai terpaan masalah.

Hal itu menjadi catatan Reza Indragiri Amriel, Kepala bidang Pemantauan dan Kajian, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).

Reza memberikan beberapa catatan terhadap komitmen pemerintah dalam upaya perlindungan anak Indonesia dalam satu tahun terakhir. 

"Tahun 2019 akan berlalu. Tanpa menihilkan kerja-kerja kebaikan pemerintah di bidang anak, Pemerintahan Jokowi perlu diingatkan tentang beberapa PR yang belum dilunasi," kata Reza dalam catatan yang diterima TheJakartaWeekly, Jumat (20/12/2019).

Pertama, kata Rezaz  standar ganda Presiden Jokowi terkait kejahatan seksual. Pada satu sisi, disebut bahwa kejahatan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. 

"Namun pada sisi lain, Presiden Jokowi memberikan grasi kepada predator seksual asal Kanada," keluhnya.

Ia mempertanyakan apa sesungguhnya kriteria kejahatan luar biasa menurut Presiden? Dan bagaimana bentuk penanganan luar biasa untuk kejahatan luar biasa. Itu belum terjawab.

Reza juga menyoroti soal pengulangan penolakan terhadap kebiri kimiawi sebagai bentuk pemberatan sanksi. 

"Kebiri hanya akan berpotensi ampuh jika didesain sebagai bentuk rehabilitasi," sebutnya.

Reza menilai, rumusan tentang kebiri dalam UU Perlindungan Anak mencampur-adukkan filosofi retributif dan filosofi rehabilitatif.

Yang tak kalah krusial menurut Reza, kegagalan pemerintah mencapai targetnya sendiri, terkait mengurangi jumlah perokok dan menekan jumlah perokok pemula.

"Okelah, kenaikan cukai punya nilai positif. Tapi selama iklan rokok masih jor-joran, termasuk apa yang KPAI sebut sebagai audisi badminton dengan indikasi kuat unsur eksploitasi di dalamnya, sulit menjauhkan anak-anak dari risiko menjadi perokok," ulasnya.

Terakhir ahli psikologi forensik dan dosen PTIK ini menyinggung perihal kekerasan terhadap anak. Ia menganggap ada utang negara dalam kasus tewasnya empat anak dalam aksi massa Mei 2019. Termasuk penanganan dan kekerasan eksesif oleh oknum aparat penegak hukum sepanjang Mei dan September 2019.

"Sudah seberapa jauh investigasinya?" tanya alumnus Universitas Melbourne ini. (Oce Satria)