ℙ𝕒𝕟𝕘𝕝𝕚𝕞𝕒 𝕂𝕙𝕦𝕤𝕦𝕤 ℂ𝕠𝕧𝕚𝕕𝟙𝟡




ℙ𝕒𝕟𝕘𝕝𝕚𝕞𝕒 𝕂𝕙𝕦𝕤𝕦𝕤 ℂ𝕠𝕧𝕚𝕕𝟙𝟡

Oleh: Eko Yanche Edrie
(Pemimpin Redaksi Harian Khazanah, Padang)

PERANG semesta, inilah dia. Common enemynya adalah satu: Covid19. Saya teringat latihan dasar militer, MMC (medan, musuh, cuaca). MMC nya sudah jelas, tetapi sayangnya tak terlihat oleh kasat mata. 

Malapetaka jenis baru pun datang, yakni bawaan curiga. Kita curiga pada apa saja, pada duit kembalian belanja, pada kantong keresek bungkus martabak, pada tikar sajadah masjid, pada bungkus rokok, pada korek api yang dipinjam, pada tulang ojek, was was bertemu keluarga, curiga pada penjual gas yang mengantarkan ke rumah, prasangka pada mouse komputer di kantor, pada pintu toilet umum, pada keran air, cemas kalau ada tamu datang. Dokter yang memeriksa kita kala sakit pun tak kurang kita curigai. 

Jangan jangan saking paranoidnya ada yang mencurigai Tuhan nya juga. 

Astaghfirullah.

Jika ini adalah memang perang asimetris dalam bentuk yang lain, maka yang diperlukan adalah tak sekedar MMC yang tepat, tetapi adalah panglima yang cakap menentukan korps mana yang harus maju. Basosoh, adalah perang model lama dalam istilah Minang, model Perang Kamang, model Sparta dan Yunani, model Baratayudha di Kurusetra, model Padang karbala. Itu semua mengerahkan korps infantri dan kavaleri. 

Tapi perang semesta kali ini tentulah beda. Para peserta perang tidak sedang memperebutkan geografis, teritorial dan sumberdaya alam, melainkan perang memperebutkan kehidupan. 
Semua korps taktis menjadi tak manjur, infantri, kavaleri, kavantri, artileri medan, artileri pertahanan udara, raiders, marinir, pasukan para, zeni tempur, lintas udara, paratroops, airborne, special force, peluru kendali ICBM, hotwizer, M16, RPG, senapan serbu, AK47, colt38, FN, revolver, springfield, bazooka, torpedo, granat, Cruiser, destoyer, MIG21, F16, watercanon, tank scorpion, atau yang tercanggih dan terlarang: drone ... semua menjadi tak berarti. 

Tapi perang akan terus berlangsung, tak ada pilihan lain: maju!

Maka kita perlu panglima yang cakap menentukan korps mana yang akan dikirim ke depan, dan mana yang menjadi supporting unit. 

Ada dua korps yang jarang dibesarkan saat perang, yakni korps perhubungan dan korps penerangan. Di PD II dalam ketentaraan AS ada yang disebut Signal Corps, urutannya adalah komunikasi. Dan korps intelijen mendukung dengan propaganda maupun kontrapropaganda. 

Perang melawan Covid19 kadang kadang membingungkan kita, rumah sakit dan tim medis acap disebut sebagai 'berada di garis depan' padahal mestinya mereka di garis belakang. Kitalah orang kebanyakan ini yang layak disebut 'berada di garis depan' . Artinya sumber sumber masalah ada di kita. Semakin kita 'madar' dan keras kepala tidak mau mengikuti protokol yang dibuat WHO, semakin padat rumahsakit dan semakin 'marasai' dunsanak kita dokter dan paramedis yang di rumah sakit. 

Tak boleh berkumpul lebih dari lima orang, kita berkumpul juga, berdomino juga, ke warung jua. Cuci tangan dengan sabun, kita cayahkan saja. Bermasker, kita beri alasan bahwa hidung kita tak cocok. Jangan mudik dulu, eh kita kecoh petugas petugas agar kita lolos di check point.

Dan kita sibuk mendiskusikan angka angka peningkatan korban perang semesta ini berikut dengan dampak dampak ekonominya yang membikin kita bergidik.

Lalu apa hubungannya dengan mencari panglima yang cakap memilih korps yang akan dikirim ke garis depan tadi?
Untuk negeri negeri komunis dan extraotoritarian seperti China, Korea Utara itu dengan mengerahkan korps berbedil malungkin bisalah, rakyatnya jadi takut dengan karaben. 

Di negeri yang sebaliknya, tak mungkin cara represif dilakukan. India mencoba, lalu chaos. Italia juga, AS juga mencoba, hasilnya alih alih corona takluk, malah makin menyerang ganas. 
Karena itu yang diperlukan adalah sosialisasi peningkatan kesadaran, kampanye umum agar kita jadi mematuhi protokol antiCovid19. 

Saatnya panglima yang cakap mengerahkan komunikator komunikator yang handal memainkan conten yang mengena utk dipatuhi rakyat. 

Korps penerangan, korps perhubungan atau signalcorps menjadi penting sekarang. 

Rekrutlah para buzzer, para influencer yang hebat hebat itu, para propagandis, para media planer di korporasi advertising, para ahli komunikasi, media media. Semua mereka harus all out merumuskan pesan pesan yang komunikatif untuk mengajak rakyat mematuhi protokol antiCovid19, agar putus sudah mata rantai penyebarannya dan perang pun selesai. 

Membereskan APD, rumah sakit tempat perawatan, menjaga dokter dan perawat iya juga, tapi  itu hanya hilir. Jika di hulunya sudah kita bereskan tentu tak perlu kita tambahi beban para dokter dan perawat yang juga harus merawat orang yang sakit bukan karena Corona.

Saya teringat mas Hendro Basuki, Pemred Suara Merdeka yang menulis soal menunggu panglima baru dari Pandawa. Dalam perang dahsyat 18 hari di Kurustera, pasukan Kurawa menurunkan Prabu Salya yang sakti mandraguna. Tak satupun pihak pandawa yang mau jadi panglima menandingi Salya lantaran Salya juga paman dari para pandawa, mereka sungkan melawan paman sendiri. Akhirnya Yudistira maju, hanya ia yang memiliki ilmu Jamus kalimasadha yang bisa mengalahkan ilmu Salya yang bisa mendatangkan wabah yang terus membiak apabila diserang.

Kita tunggu Yudistira datang dan berperang bersamanya
TNCMedia

Dukung editor dan penulis via Bank Rakyat Indonesia (BRI) No Rek: 701001002365501 atau BRI No Rek: - 109801026985507

Lebih baru Lebih lama