MrJazsohanisharma

ISRI: Pelatihan Online Prakerja Tidak Efektif dalam Situasi Pandemi COVID-19





TheJakartaWeekly --  Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia melalui kajian ekonomi menilai, program Pelatihan online untuk kartu prakerja tidak efektif. Sebaiknya ditunda dulu.

Hal itu disampaikan Ketua Bidang Ekonomi DPN ISRI, Robby Alexander Sirait dalam diskusi
 yang di moderatori Ahmad Tarmizi, Sekretaris DPW ISRI Bangka Belitung. 

Robby  mengkritisi alokasi dana pelatihan pada program kartu kerja pemerintah yang masih dialokasikan untuk pelatihan online. "Memang kita butuh pelatihan hard dan soft skill bagi pekerja kita. Tetapi pada kondisi saat ini, di mana jutaan pekerja terancam di PHK bahkan sudah ada yang di PHK dan industri pegolahan juga mengalami penurunan produksi yang cukup signfikan, lebih baik pelatihannya di tunda dahulu. Lebih baik dana tersebut dialokasikan kepada belanja-belanja yang sifatnya social safety net," paparnya.

Dananya, kata Robby, bisa saja direalokasi ke anggaran program PHK dengan menambah jumlah penerima manfaat dan nilai manfaatnya. Ini yang mendesak yang dilakukan, karena kalaupun dipaksakan pelatihan dan mereka lulus pelatihan, belum tentu mereka akan terserap pasar di tengah kondisi ekonomi dan produksi dunia menurun tajam. Pemerintah harus memastikan pekerja-pekerja yang di-PHK dapat mempertahankan hidupnya, sekurang-kurangnya mampu memenuhi kebutuhan makannya sehari-hari.

"Namun, jika di-realokasi ke social safety net, pemerintah perlu cepat melakukan perbaikan basis data dan koordinasi yang kuat dengan pemerintah APBN. Ini diperlukan karena program jaring pengaman sosial yang selama ini dijalankan oleh pemerintah masih dihadapkan pada persoalan serius yakni basis data kita yang masih lemah," tutur Robby. 




Robby juga memberikan catatan agar pemerintah juga memastikan pasokan pangan dan kebutuhan pokok terjaga. Upaya pemerintah melalu anggaran dan pembiayaan yang hendak menopang daya beli masyarakat atau demand side akan menjadi sia-sia jika pasokan atau sisi suplly side tidak terjaga dan terkendali. Jika tidak dijaga, bisa-bisa dana-dana jaring pengaman sosial itu menjadi tidak punya makna bagi masyarakat dan bahkan ancaman inflasi yang semakin menekan perekonomian nasional malah bisa menjadi pekerjaan rumah baru.

Robby menyinggung posisi investor saat ini. Menurutnya,  di tengah ketidakpastian global akibat COVID-19 saat ini, investor akan lebih memilih untuk memindahkan dananya dari pasar keuangan ke instrumen yang lebih stabil atau lebih aman.  Ini menjadi problem bagi perekonomian nasional, khususnya memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah. Di sisi lain, masifnya pembatasan pergerakan manusia dan tenaga kerja, transportasi, dan logistik di hampir semua negara yang terdampak COVID-19 juga berdampak pada terganggunya supply chain dunia dan terkoreksinya permintaan dunia. Hal ini akan akan mengkoreksi tajam kinerja ekspor, sektor pariwisata, industri pengolahan hingga investasi nasional. Alhasil pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020 terancam terkontraksi tajam hingga negatif, kalaupun masih positif mungkin hanya maksimal mencapai 1-1,5 persen. 

Meskipun demikian, ia melihat pemerintah masih optimis pertumbuhan Indonesia 2020 masih dapat mencapai 2,3 persen. Optimisme tersebut didasarkan pada asumsi pemerintah bahwa pertumbuhan dikuartal ketiga dan ketiga dapat lebih baik dibanding kuartal kedua yang mungkin hanya mencapai 1,1 persen, yakni 1,4 persen di kuartal ketiga dan 2,4 persen di kuartak keempat. Ini kan asumsinya puncak COVID-19 terjadi di akhir Mei atau Juni, artinya bulan Juli hingga akhir tahun perekonomian sudah mulai membaik. 

"Namun, yang perlu jadi catatan, tidak ada satupun negara yang mampu presisi memprediksi kapan pandemi ini berakhir, bahkan Amerika dan Eropa diprediksi puncaknya pada Agustus-September. Ini jadi tekanan bagi optimisme pertumbuhan tersebut, mungkin diakhir 2020 kita hanya mampu bertumbuh 1-1,5 persen," jelasnya.

Kendati demikian, ia menyambut baik dikeluarkannya Perppu 1/2020 dan Perpres 54 Tahun 2020 pada saat ekonomi Indonesia sedang berada di ambang resesi, di mana hampir rata-rata negara terdampak COVID-19 mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam. Bahkan pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksi minus 2,2 hingga 3 persen. Penerbitan Perppu dan Perpresini merupakan gerak cepat pemerintah dalam menciptakan dasar hukum atas langkah-langkah kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan dalam penanganan dan pemulihan ekonomi dampak dari panemi Covid-19 ini. Namun, tentunya bukan berarti Perppu tersebut tanpa catatan. 

Robby memberikan catatan, dalam pelaksanaan Perppu dan Perpres ini, pemerintah harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian dan good government governance, agar kebijakan yang hendak dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang sebenarnya dan mengurangi potensi fraud dalam pelaksanaannya. 

Selain itu  terkait relokasi anggaran  belanja dan pembiayaan yang diatur pada Perpres, seharusnya pemerintah dapat menunda dahulu beberapa belanja dan pembiayaan antara lain dalam terkait pembiayaan kepada BUMN yang sebenarnya kinerjanya buruk, dana abadi penelitian sekitar 5 triliun, dana kebudayaan sekitar 1 triliun dan lainnya.

"Di situasi normal, kita memang membutuhkan itu, namun di kondisi tidak normal saat ini, sebaiknya pemerintah fokus pada anggaran belanja dan pembiayaan yang mampu menopang daya beli masyarakat (demand side) dan supply side, khususnya industri pengolahan dan UMKM," sarannya. 


Stimulus

Pada kesempatan yang sama Koencoro Adi, Wabendum DPN ISRI mengatakan, stimulus yang digelontorkan berguna dalam mengamankan ekonomi dalam mengahadapi situasi COVID-19 saat ini. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada sektor informal yang mencapai 70% dari ekonomi Indonesia, stimulus untuk UMKM seperti kebijakan tax, ikut mengerjakan proyek pemerintah untuk efektifitas penyerapan anggaran. 

Koencoro Adi melihat, terkait cadangan pangan hingga 3 bukan setelah Idulfitri cukup aman. "Terjadi kenaikan harga kemarin hanya panik buying dan  tidak mungkin adanya operasi pasar yang melibatkan banyak orang saat ini," simpulnya. 

Koencoro Adi mendorong tiga kebijakan stimulus, antara lain sistem terintergrasi pemerintah dan segenap pengusaha agar roda ekonomi berputar, kemudahan sektor pajak terutama untuk UMKM, dan restrukturisasi pinjaman untuk pelaku usaha. 

Sementara Dewan Pakar DPN ISRI, Dr Prasetiyono Widjodjo Malangjoedo mengakui, COVID-19 telah melemahkan rupiah hingga di angka 17.000 dikuartirkan jika berdampak krisis yang kompleks, negara yang semakin cepat dalam penanggulangan COVID-19 adalah negara yang akan lead pasca pandemi.

Terkait langkah mengeluarkan Perppu ia sependapat dengan Robby. Namun efektifitas penanganan COVID-19 memerlukan political will bukan hanya dari pusat namun juga daerah dan percepatan penyerapan anggaran pasca COVID-19. Selain itu koordinasi gugus tugas pusat dan daerah dan yang paling penting adalah penerapan prinsip gotong royong, semua sektor dan semua wilayah. 


Prioritas Genjot Konsumsi

Dr Prasetiyono mengatakan pasca COVID-19  harus dipastikan prioritasnya. Dibanding krisis 1998, menurutnya, relokasi anggaran sekarang yang terdampak adalah manusianya, sedangkan 1998 manusianya tidak. UMKM terisolasi oleh dampak dari kurs karena UMKM tidak menggunakan dolar. Sekarang bank-bank asing sudah masuk sektor mikro. Kondisi saat ini untuk mengejar pertumbuhan yang digenjot adalah konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, karena ekspor melemah dan impor juga tidak memungkinkan. 

"Untuk saat ini adalah yang perlu dijaga adalah kebutuhan utama yaitu pangan dan penegakan hukum terhadap pemburu rente pangan," ujarnya. 

Dr Prasetiyono juga memberikan catatan defisit yang dibuka lebih dari 3 persen, pembiayaannya dari mana, apalagi penerimaan berkurang. Hal tersebut akan berimplikasi utang yang bertambah, sehingga anggaran yang dapat dihold maupun diefisiensi harus disisir secara detail.  "Menghindari hal tersebut dan jaminan ketersediaan pangan harus dipastikan dari petani kita atau dalam negeri bukan dari impor," ucapnya. 

Dr. Prasetiyono memberikan tiga simpulan antara lain, yang pertama penanganan COVID-19 semakin cepat semakin baik hal ini dibutuhkan political will baik pusat maupun daerah, kedua penerapan prinsip gotong royong di semua sektor dan ketiga efektifitas anggaran terutama relokasi anggaran yg tidak diperlukan saat ini. (Oce)
TNCMedia

Dukung editor dan penulis situsweb ini via Bank Rakyat Indonesia (BRI) No Rek: 701001002365501 atau ke BRI No Rek: - 109801026985507 Kontak: 082113030454

Lebih baru Lebih lama