THEJAKARTAWEEKLY -- Ribut-ribut rencana anggaran "siluman" dalam APBD DKI Jakarta rupanya membuat Direktur Eksekutif Indonesian for Transparency and Akuntabillity (Infra) Agus Chairudin ikut buka suara.
Melalui keterangan tertulisnya kepada media, Kamis (31/10/2019) Agus menyebut tim Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ikut dalam pembuatan sistem komputerisasi terintegrasi. e-budgeting dan e-katalog. Mereka saat ini ada yang menjadi anggota salah satu partai yang dikenal anti Anies.
Seperti diberitakan, legislator Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di DPRD DKI dinilai mencoba mempermalukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui pengungkapan sederet anggaran aneh dalam APBD DKI 2020 melalui media sosial, bukan langsung di forum resmi dewan. Upaya tersebut sepertinya gagal total.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesian for Transparency and Accountabillity (Infra) Agus Chairudin pembuatan sistem komputerisasi terintegrasi e-budgeting dan e-katalog digawangi Tim Ahok. "Yang berada di luar struktur Pemprov DKI," kata Agus.
Jelas Agus, kelemahan-kelemahan sistem e-katalog inilah yang memicu berulangnya kisruh Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dan RAPBD.
Ia berpendapat, apabila PSI benar-benar komitmen melakukan transparansi dan akuntabilitas publik berdasarkan peraturan hukum, mereka harus lebih dulu memahami sistematika penyusunan KUA-PPAS dan RAPBD.
"PSI jangan asal bunyi," tegas Agus.
Sebelumnya, Anies Baswedan membeberkan kelemahan sistem pengadaan elektronik atau e-budgeting yang diterapkan Ahok pada 2015.
Menurut Anies, sistem e-budgeting, memiliki kelemahan teknis, di mana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI mau tak mau harus mengisi semua komponen penganggaran secara spesifik sekalipun belum ada pembahasan dengan DPRD.
"Kegiatan sudah ditentukan, misalnya pameran atau pentas musik. Itu ada rekening dan komponen. Misalnya, nilainya Rp100 juta. Nah, Rp100 juta itu harus ada turunan komponen. Padahal yang dibutuhkan hanya kegiatannya dahulu, karena (ajuan anggaran) akan dibahas dengan Dewan," papar Anies di Balai Kota DKI, Rabu (30/10/2019).
Anies menyalahkan e-budgeting, atas masuknya ajuan janggal ke usulan APBD DKI 2020. Menurut Anies, karena e-budgeting tidak sempurna, ajuan janggal seperti pengadaan lem Aibon hingga Rp82 miliar, bisa masuk ke APBD.
"Ini ada problem sistem, yaitu sistem digital (e-budgeting) tapi tidak smart," ujar Anies.
Dua hari kemarin publik heboh gara-gara, PSI mengklaim menemukan banyak kejanggalan dalam APBD DKI 2020. Heboh soal anggaran pembelian lem Aibon sebesar Rp82 miliar hanya satu di antara kejanggalan tersebut yang diviralkan di medsos.
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana, menyatakan telah menemukan banyak anggaran janggal dalam APBD DKI 2020. Misalnya anggaran pembelian pulpen sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur.
Selain itu ada juga pembelian 7.313 unit komputer dan beberapa unit server senilai Rp121 miliar. PSI juga menemukan anggaran sebesar Rp66 miliar untuk alat penyimpanan data (storage) di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik. (Oce Satria/rls/RMol)