Penangkapan Petani Tuban, Direktur LAWAN: Jokowi dan Orba Sama Saja -->

Penangkapan Petani Tuban, Direktur LAWAN: Jokowi dan Orba Sama Saja

Redaksi TNCMedia




TheJakartaWeekly -- Direktur Lingkar Wajah Kemanusiaan (LAWAN Institute), Muhammad Mualimin, mengecam penangkapan tiga petani (Wawan, Mashuri, dan M. Basori) penolak pembangunan kilang minyak milik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Tuban pada Sabtu (21/12/2019).

Penangkapan itu menurutnya melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karenanya mereka bertiga harus dibebaskan.

Tiga petani itu hendak membentangkan spanduk berbunyi "Tanah Tidak Dijual, Pak Jokowi Jangan Paksa Kami Jual Lahan".

Spanduk itu sebagai ungkapan penolakan terhadap penggusuran untuk pembangunan kilang minyak TPPI.

Rencananya, pembangunan kilang minyak ini, PT Pertamina akan kerjasama dengan Rosneft dari Rusia.

‘’Penangkapan itu ngawur. Tiga petani itu cuma menyampaikan penolakan. Mereka bukan kriminal! Hanya di negara dipimpin tiran pengunjuk rasa damai ditangkap. Dulu saat kampanye, gembar-gembornya kan Jokowi itu rezim antithesis-nya orde baru, ternyata sama saja. Bahkan lebih parah karena represi hari ini dipraktikkan memakai tipu daya topeng demokrasi. Penangkapan sewenang-wenang tersebut melanggar hukum, Polres Tuban harus bebaskan petani penolak kilang,’’ kata Mualimin dalam keterangan rilis persnya di Jakarta, Kamis (26/12/2019).

Sebagaimana rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, Mualimin menilai, era Jokowi juga menggunakan trik yang sama dalam mengejar pertumbuhan ekonomi.

Cara yang digunakan yaitu pelan-pelan mematikan hak-hak sipil, menggunakan dalih penegakkan hukum untuk menggencet kebebasan bicara. 

Rezim Jokowi menurutnya mengaburkan informasi dengan saluran media pro pemerintah, menggunakan tangan ketiga (kekuatan ormas intimidatif) untuk menggilas gerakan advokasi rakyat. 

Bahkan menggunakan kekuatan koersi berlebihan untuk menciptakan stabilitas politik demi mengejar investasi dan kelancaran proyek strategis.

‘’Rezim represif hari ini menakutkan. Karena hegemoni informasi dan cara pandang membuat sebagian rakyat merasa tidak hidup di negeri demokrasi yang bebas. 

"Padahal kalau dilihat lebih kritis lagi, terjadi penggencetan kebebasan berpendapat dimana-mana. Orang tak mau jual tanah sendiri dipenjara," kecamnya.

Sayangnya, kata dia, masyarakat lain cuek seolah tak terjadi apa-apa. "Kuatnya cuci otak dan disinformasi membuat rakyat tak lagi punya solidaritas pada korban penindasan. Kondisi negeri seperti ini mengerikan!,’’ tambah aktivis kelahiran Tuban tersebut. (*)



Editor: Oce Satria