TheJakartaWeekly -- Tim Advokasi Novel Baswedan menyatakan sejumlah keheranan dan pertanyaan atas ditangkap atau menyerahkan dirinya pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Tim Advokasi Novel Baswedan dalam keterangan tertulis yang diterima The Jakarta Weekly, Jumat (27/12/2019) menilai ada Ketidaksinkronan informasi dari Polri dengan pernyataan Presiden Jokowi.
Kontradiksi itu yakni pernyataan Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan Presiden yang mengatakan akan ada tersangka.
"Itu menunjukkan cara kerja Polri yang tidak terbuka dan profesional dalam kasus ini. Korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan anti korupsi," sebut tim advokasi.
Selain itu, Tim Advokasi Novel Baswedan menyebut dugaan adanya keterlibatan kepolisian dalam kasus ini telah terbukti.
"Sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas. Salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian."
Kepolisian, tuntut tim advokasi, harus segera mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan.
Disinggung pula, hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. KPK menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK, sehingga tidak mungkin pelaku hanya berhenti di 2 orang ini.Oleh karena itu perlu penyidikan lebih lanjut hubungan 2 orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel/KPK.
"Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," ungkap tim lewat rilis tersebut.
Oleh karena itu mereka meminta Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan.
"Hal ini diperlukan karena terdapat kejanggalan-kejanggalan sebagai berikut: Adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui. Perbedaan berita yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap.
Lebih lanjut disinggung temuan polisi seolah-olah baru sama sekali. Misal apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri. Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan.
Tim Advokasi Novel Baswedan juga meminta polisi harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa Pegawai maupun Pimpinan KPK periode sebelumnya (teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif)
Kepada Presiden, tim berharap perlu memberikan perhatian khusus atas perkembangan teror yang menimpa Novel. Jika ditemukan kejanggalan maka Presiden harus memberikan sanksi tegas kepada Kapolri. (*)
Editor: Oce Satria